Pada awal proklamasi kemerdekaan, Noer Alie termasuk orang yang beruntung. Ia memperoleh informasi langsung dari badalnya (anak buah), Yakub Gani, yang menghadiri pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Saat rapat raksasa di lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas 19 September 1945 Noer Alie berangkat menggunakan delman.
Sejak saat itulah ia membuka jaringan perjuangan yang lebih luas, baik di Bekasi maupun Jakarta. Jaringan itu pula yang membuatnya dikenal banyak orang. Sampai-sampau orator Soetomo (Bung Tomo) menyebut-nyebut nama Noer Alie dalam beberapa kali siaran radionya di Surabaya, Jawa Timur. Karena dalam tradisi Jawa Timur dan Jawa Tengah seorang ulama digelari Kiai, maka gelar “guru” yang melekat pada Noer Alie diganti oleh Bung Tomo menjadi “kiai haji”. Sejak saat itulah didepan nama Noer Alie tersandang gelar kiai haji (KH). Sekaligus menujukkan namanya disejajarkan dengan ulama besar lain di penjuru Nusantara.
Sebagai kiai yang cinta tanah air, ia tak rela menyaksikan agresi dan provokasi yang dilakukan tentara Sekutu untuk mengembalikan wilayah Indonesia kepada bangsa Belanda. Maka dia membentuk Laskar Rakyat pada November 1945. Badal dan santrinya diperintahkan memfakumkan proses belajar-mengajar Selama revolusi.
Sejak saat itulah ia membuka jaringan perjuangan yang lebih luas, baik di Bekasi maupun Jakarta. Jaringan itu pula yang membuatnya dikenal banyak orang. Sampai-sampau orator Soetomo (Bung Tomo) menyebut-nyebut nama Noer Alie dalam beberapa kali siaran radionya di Surabaya, Jawa Timur. Karena dalam tradisi Jawa Timur dan Jawa Tengah seorang ulama digelari Kiai, maka gelar “guru” yang melekat pada Noer Alie diganti oleh Bung Tomo menjadi “kiai haji”. Sejak saat itulah didepan nama Noer Alie tersandang gelar kiai haji (KH). Sekaligus menujukkan namanya disejajarkan dengan ulama besar lain di penjuru Nusantara.
Sebagai kiai yang cinta tanah air, ia tak rela menyaksikan agresi dan provokasi yang dilakukan tentara Sekutu untuk mengembalikan wilayah Indonesia kepada bangsa Belanda. Maka dia membentuk Laskar Rakyat pada November 1945. Badal dan santrinya diperintahkan memfakumkan proses belajar-mengajar Selama revolusi.
Selanjutnya KH Noer Alie mengeluarkan fatwa wajib hukumnya berjuang melawan penjajah. Dalam waktu singkat KH Noer Alie menghimpun sekitar 200 orang yang merupakan gabungan santri dan pemuda disekitar Babelan, Tarumajaya, Cilincing, dan Muaragembong. Merka dilatih dasar-dasar kemiliteran oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Bekasi dan Jatinegara, seperti Anis Taminuddin, Darmukumoyo, dan Gondokusumo.
Sedangkan KH Noer Alie melatih mental dan rohani pasukannya dengan cara berpuasa selama tujuh hari di masjid Ujungmalang. Selama berpuasa para peserta diajarkan membaca dan mengahafal doa Hizbun Nasr, wirid, ratibul haddad, shalat tasbih, shalat hajat dan shalat witir.
Prajurit yang “lulus” diberi “ijazah” yang disimbolkan dengan pemberian lempengan kaleng bertuliskan kalimat La Ilaha illa-Allah, Muhammad ar-Rasul Allah, tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan utusan Allah. Setiap usai penyematan ijazah, KH Noer Alie berpesan kepada prajuritnya agar tidak sombong dan takabur, terutama saat bertempur.
Pertempuran sengit dengan Sekutu-Inggris meletus di Pondok Ungu pada 29 November 1945. Gema takbir dan kalimat Hizbun Nasr berkumandang bersamaan dengan langkah pasukan rakyat KH Noer Alie. Pada awalnya tentara sekutu terdesak oleh serangan mendadak pasukan Laskar Rakyat. Persenjataan Sekutu tidak berfungsi, sehingga beberapa pasukan KH Noer Alie mulai takabur. Tidak sampai satu jam tentara sekutu yang bersenjata lengkap balik menyerang , sehingga pasukan KH Noer Alie terdesak sampai jembatan Sasak Kapuk. Untuk menghindari korban jiwa, KH Noer Alie menginstruksikan seluruh pasukannya untuk mundur. Sebagian besar pasukan mundur, namun puluhan lainnya tetap bertahan.
Saat itulah tiba-tiba mortar dan meriam sekutu menyalak. Tidak dapat dihindari, sekitar 30 pasukan Laskar Rakyat menjadi korban. Sedangkan KH Noer Alie yang sempat lolos dari terjangan peluru Sekutu segera menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke Kali Sasak Kapuk.
Beberapa korban sudah tidak dikenali wajahnya. Ada yang langsung dibawa pulang keluarganya, dan ada yang dikirim kerumah sakit Bayu Asih Karawang. Mereka yang selamat tapi cacat terkena pecahan mortar diantaranya Usman yang keempat jarinya putus, dan Abdul
Gani yang sebelah daging pahanya hilang.
Gani yang sebelah daging pahanya hilang.
Pertempuran yang membawa korban jiwa dan luka-luka kedua belah pihak itu mampu menunjukkan kepada petinggi Sekutu bahwa bangsa Indonesia tidak rela dijajah. Peristiwa tersebut, kelak dikenang sebagai pertempuran Sasak Kapuk, karena terjadi di sekitar jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu. (KH-NoerAlie-info)
0 Response to "Serial KH. Noer Alie - Pahlawan Nasional dari Tanah Betawi (Bagian V) | Oleh Ali Anwar"
Posting Komentar