Perkampungan Surga
KH Noer Alie lahir pada 1914 di Desa Ujungharapan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ujungharapan Bahagia merupakan nama baru yang diusulkan Menteri Luar Negeri Adam malik ketika berkunjung ke pesantren Attaqwa pada 1970-an. Saat Noer Ali lahir, Ujungharapan Bahagia masih bernama Desa Ujungmalang, Onderdistrik Babelan, Distrik Bekasi, Regentschap (Kabupaten) Meester Cornelis, Residensi Batavia.
Noer Alie anak yang keempat dari sepuluh putera-puteri pasangan Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin. Kakaknya bernama H Thoyib, Hh Arfah, dan Hh Ma’anih. Adiknya Hh Marhamah, H Marzuki, KH Muhyidin, Mujtaba, dan Hh Hasanah.
Dikampungnya, Anwar termasuk warga kelas menengah. Selain sebagai tokoh masyarakat yang kerap dimintakan pandangannya, dia juga memiliki tanah, sawah, rumah yang terbuat dari bahan kayu berkualitas baik.
Meski tidak berpendidikan tinggi--karena para tuan tanah dan Pemerintah Hindia Belanda tidak meneydiakan sekolah lanjutan untuk rakyat--, namun dari pendidikan agama yang diterimanya dari para guru mengaji membuat Anwar amat menyadari betapa pentingnya pendidikan dari rahim hingga akhir hayat.
Anwar mendukung penuh setiap langkah-langkah anaknya yang memiliki cita-cita tinggi. Dia rela berutang uang kepada tuan tanah demi menyekolahkan anaknya, walau hasil panen, tanah tempatnya berteduh dan sumber mencari rizkinya dijadikan borg (jaminan).
Semangat belajar ditunjukkan Noer Alie sejak masa kanak-kanak. Pada usia di bawah lima tahun Noer Alie mulai menangkap dan mengenal huruf Arab serta menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an yang diajarkan orangtua dan kakaknya.
Ketika berusia 7 tahun Noer Alie mengaji pada Guru Maksum di Kampug Ujungmalang Bulak, sedangkan kakak dan adik perempuannya mengaji pada Ustazah Saonah, juga di Kampung Bulak.
Pelajaran yang diberikan lebih dititikberatkan pada pengenalan dan menegeja huruf arab, menyimak, menghafal, dan membaca juzz-amma, ditambah menghafal dasar-dasar rukun Islam, rukun iman, tarikh para nabi, akhlak dan fiqih. Noer Alie yang sudah terbiasa diajarkan mengaji oleh orangtua dan kakaknya, tidak merasa kesulitan dalam mencerna pelajaran yang diberikan gurunya.
Pada usia 9 tahun Noer Alie mengaji pada Guru Mughni di Ujungmalang. Disini Noer Alie mendapat pelajaran lanjutan dari ilmu dasar yang diberikan Guru Maksum, serta pelajaran alfiah atau tata bahasa Arab, Al-Qur-an, tajwid, nahwu, tauhid, dan fiqih.
Noer Alie termasuk murid yang pandai, cerdas, dan tekun. Semua mata pelajaran dikuasai dengan baik. Sehingga wajar kalau Guru Mughni amat saying padanya. Bahkan untuk mata pelajaran alfiah, dia mampu menghafal lebih awal seribu bait kaidah bahasa Arab.
Noer Alie kecil juga dinilai keluarganya sebagai anak rajin dan berbakti kepada kedua orangtua. Sejak dini dia sudah terbiasa membantu pekerjaan keluarga, seperti menimba air dari dalam sumur kerek (yang ditarik menggunakan tali tambang atau karet), kemudian menuangkannya ke dalam bak mandi dan tempayan. Noer Alie juga ikut belajar menanam padi di sawah dan berkebun. Saat bekerja, Noer Alie tidak mengeluh dan setengah hati. Ia mau bekerja yang menyeluruh dan sempurna (perfect).
Satu kelebihan Noer Alie sudah tampak sejak kecil yang kelak akan mempengaruhi kepemimpinannya, yaitu jika bermain dia tidak mau tampil di belakang atau sebagai pengiring. Ia selali ingin tampil di muka sebagai orang yang pertama, memimpin. Ketika memainkan permainan anak-anak pun ia selalu berusaha tampil sebagai pemenang pada hampir semua cabang permainan, seperti cor, bengkat, peletokan, layang-layang, terpak, dan perang-perangan.
Saat itu di Bekasi ada tradisi mengadu kerbau. Selaku anak yang ingin tampil utama, Noer Alie memiliki kerbau yang sehat, kuat, dan terlatih. Kalau diadu, kerbaunya selalu menang. Saking sayangnya, kerbaunya selalu dirawat dengan baik. Bagaikan seorang jagoan, setiap hari Noer Alie menaiki kerbau kesayangannya saat berangkat dan punlang ngangon (menggembala).
Sebagaimana umumnya anak-anak, Noer Alie memiliki cita-cita. Menurut adiknya, Marhamah, saat kanak-kanak Noer Alie bercita-cita “menciptakan perkampungan surga”. Sebuah cita-cita yang diserap dari ajaran Guru Maksum dan Guru Mughni tentang baldatun thoyibatun warobbun ghafur, Negara man dan sejahtera yang dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala.
Cita-cita yang diutarakan KH Noer Alie itu mengandung makna bahwa dirinya ingin menjadi pemuka agama yang mengubah keadaan masyarakat dari terbelakang menjadi terdepan, religious, mandiri, dan percaya diri. (KH-NoerAlie.info)
KH Noer Alie lahir pada 1914 di Desa Ujungharapan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ujungharapan Bahagia merupakan nama baru yang diusulkan Menteri Luar Negeri Adam malik ketika berkunjung ke pesantren Attaqwa pada 1970-an. Saat Noer Ali lahir, Ujungharapan Bahagia masih bernama Desa Ujungmalang, Onderdistrik Babelan, Distrik Bekasi, Regentschap (Kabupaten) Meester Cornelis, Residensi Batavia.
Noer Alie anak yang keempat dari sepuluh putera-puteri pasangan Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin. Kakaknya bernama H Thoyib, Hh Arfah, dan Hh Ma’anih. Adiknya Hh Marhamah, H Marzuki, KH Muhyidin, Mujtaba, dan Hh Hasanah.
Dikampungnya, Anwar termasuk warga kelas menengah. Selain sebagai tokoh masyarakat yang kerap dimintakan pandangannya, dia juga memiliki tanah, sawah, rumah yang terbuat dari bahan kayu berkualitas baik.
Meski tidak berpendidikan tinggi--karena para tuan tanah dan Pemerintah Hindia Belanda tidak meneydiakan sekolah lanjutan untuk rakyat--, namun dari pendidikan agama yang diterimanya dari para guru mengaji membuat Anwar amat menyadari betapa pentingnya pendidikan dari rahim hingga akhir hayat.
Anwar mendukung penuh setiap langkah-langkah anaknya yang memiliki cita-cita tinggi. Dia rela berutang uang kepada tuan tanah demi menyekolahkan anaknya, walau hasil panen, tanah tempatnya berteduh dan sumber mencari rizkinya dijadikan borg (jaminan).
Semangat belajar ditunjukkan Noer Alie sejak masa kanak-kanak. Pada usia di bawah lima tahun Noer Alie mulai menangkap dan mengenal huruf Arab serta menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an yang diajarkan orangtua dan kakaknya.
Ketika berusia 7 tahun Noer Alie mengaji pada Guru Maksum di Kampug Ujungmalang Bulak, sedangkan kakak dan adik perempuannya mengaji pada Ustazah Saonah, juga di Kampung Bulak.
Pelajaran yang diberikan lebih dititikberatkan pada pengenalan dan menegeja huruf arab, menyimak, menghafal, dan membaca juzz-amma, ditambah menghafal dasar-dasar rukun Islam, rukun iman, tarikh para nabi, akhlak dan fiqih. Noer Alie yang sudah terbiasa diajarkan mengaji oleh orangtua dan kakaknya, tidak merasa kesulitan dalam mencerna pelajaran yang diberikan gurunya.
Pada usia 9 tahun Noer Alie mengaji pada Guru Mughni di Ujungmalang. Disini Noer Alie mendapat pelajaran lanjutan dari ilmu dasar yang diberikan Guru Maksum, serta pelajaran alfiah atau tata bahasa Arab, Al-Qur-an, tajwid, nahwu, tauhid, dan fiqih.
Noer Alie termasuk murid yang pandai, cerdas, dan tekun. Semua mata pelajaran dikuasai dengan baik. Sehingga wajar kalau Guru Mughni amat saying padanya. Bahkan untuk mata pelajaran alfiah, dia mampu menghafal lebih awal seribu bait kaidah bahasa Arab.
Noer Alie kecil juga dinilai keluarganya sebagai anak rajin dan berbakti kepada kedua orangtua. Sejak dini dia sudah terbiasa membantu pekerjaan keluarga, seperti menimba air dari dalam sumur kerek (yang ditarik menggunakan tali tambang atau karet), kemudian menuangkannya ke dalam bak mandi dan tempayan. Noer Alie juga ikut belajar menanam padi di sawah dan berkebun. Saat bekerja, Noer Alie tidak mengeluh dan setengah hati. Ia mau bekerja yang menyeluruh dan sempurna (perfect).
Satu kelebihan Noer Alie sudah tampak sejak kecil yang kelak akan mempengaruhi kepemimpinannya, yaitu jika bermain dia tidak mau tampil di belakang atau sebagai pengiring. Ia selali ingin tampil di muka sebagai orang yang pertama, memimpin. Ketika memainkan permainan anak-anak pun ia selalu berusaha tampil sebagai pemenang pada hampir semua cabang permainan, seperti cor, bengkat, peletokan, layang-layang, terpak, dan perang-perangan.
Saat itu di Bekasi ada tradisi mengadu kerbau. Selaku anak yang ingin tampil utama, Noer Alie memiliki kerbau yang sehat, kuat, dan terlatih. Kalau diadu, kerbaunya selalu menang. Saking sayangnya, kerbaunya selalu dirawat dengan baik. Bagaikan seorang jagoan, setiap hari Noer Alie menaiki kerbau kesayangannya saat berangkat dan punlang ngangon (menggembala).
Sebagaimana umumnya anak-anak, Noer Alie memiliki cita-cita. Menurut adiknya, Marhamah, saat kanak-kanak Noer Alie bercita-cita “menciptakan perkampungan surga”. Sebuah cita-cita yang diserap dari ajaran Guru Maksum dan Guru Mughni tentang baldatun thoyibatun warobbun ghafur, Negara man dan sejahtera yang dilindungi Allah Subhanahu Wata’ala.
Cita-cita yang diutarakan KH Noer Alie itu mengandung makna bahwa dirinya ingin menjadi pemuka agama yang mengubah keadaan masyarakat dari terbelakang menjadi terdepan, religious, mandiri, dan percaya diri. (KH-NoerAlie.info)
0 Response to "Serial KH. Noer Alie - Pahlawan Nasional dari Tanah Betawi (Bagian II) | Oleh Ali Anwar"
Posting Komentar