Membentengi Pesantren
Tatkala keyakinan politik umat digoyahkan oleh kekuatan politik yang tidak etis, dan pesantren mengalami kemunduran akibat diintervensi politik, pada 1972 pemimpin pondok pesantren berpadu mendirikan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat.
Para pemimpin pondok pesantren tersebut diantaranya KH Noer Alie, KH Sholeh Iskandar, KH Abdullah Syafi’ie, KH Khair Effendi, KH Tubagus Hasan Basri. BKSPP Jawa Barat berhasil mempersatukan kerja sama antarpesantren di Jawa Barat. Selanjutnya, pada masa Presiden BJ Habibie status BKSPP Kawa Barat ditingkatkan menjadi BKSPP Indonesia.
KH Noer Alie juga salah statu kiai yang bereaksi keras terhadap Rancangan UNdang-Undang Perkawinan (RUUP) yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Bahkan para kiai mengerahkan massa ke gedung DPR/MPR, sampai RUUP digagalkan. Penentangan juga disuarkannya terhadap pemasukan Aliran Kepercayaan dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pada 1978.
Melalui BKSPP KH Noer Alie menentang pelarangan jilbab bagi pelajar muslim (1982-1983), dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Rancangan Undang-Undang No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang wajib mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Namun, sebagai ulama dan politisi yang menganut asas konstitusional, KH Noer Alie menerimanya setelah asas tunggal disahkan dan diundangkan. KH Noer Alie juga menganut penghapusan Porkas Sepak Bola yang dinilainya sebagai judi.
Di usia senjanya, KH Noer Alie bersama Bupati Bekasi Suko Martono mendirikan Yayasan Nurul Islam, yang salah satu programnya membangun gedung Islamic Center Bekasi. Dia juga ikut mendirikan Forom Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang dipelopori Mohammad Natsir, dan aktif di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Ketika benih-benih kebajikan “perkampungan surga” mulai dinikmati umat, tatkala tampuk pimpinan Yayasan Attaqwa dan Lembaga Sosial Keagamaan yang didirikannya beralih kepada para penerusnya, pada 29 Januari 1992 M/25 Rajab 1412 H, KH Noer Alie wafat di rumahnya, kemudian di makamkan di Pondok Pesantren Attaqwa Puteri, Ujungharapan Bahagia, Babelan, pada usia 78 tahun.
Sepanjang hidupnya, KH Noer Alie memiliki banyak anak. Dari rahim Siti Rahmah dianugerahi Hh Faridah, Hh Shalihah Noer BA, Abdullah, KH M Amin Noer Lc, Hh Atiqoh Noer MA, Hh Ulfah Noer SaG, KH Nurul Anwar Lc, Hh Wardah Noer Lc, M Dustur, Hh Abidah Noer, Hikmah, Hh Mahmudah Noer Lc. Sedangkan dari istri keduanya, Rahmani, dianugerahi seorang puteri, Hh Aisyah Noer.
Tatkala keyakinan politik umat digoyahkan oleh kekuatan politik yang tidak etis, dan pesantren mengalami kemunduran akibat diintervensi politik, pada 1972 pemimpin pondok pesantren berpadu mendirikan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat.
Para pemimpin pondok pesantren tersebut diantaranya KH Noer Alie, KH Sholeh Iskandar, KH Abdullah Syafi’ie, KH Khair Effendi, KH Tubagus Hasan Basri. BKSPP Jawa Barat berhasil mempersatukan kerja sama antarpesantren di Jawa Barat. Selanjutnya, pada masa Presiden BJ Habibie status BKSPP Kawa Barat ditingkatkan menjadi BKSPP Indonesia.
KH Noer Alie juga salah statu kiai yang bereaksi keras terhadap Rancangan UNdang-Undang Perkawinan (RUUP) yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Bahkan para kiai mengerahkan massa ke gedung DPR/MPR, sampai RUUP digagalkan. Penentangan juga disuarkannya terhadap pemasukan Aliran Kepercayaan dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) pada 1978.
Melalui BKSPP KH Noer Alie menentang pelarangan jilbab bagi pelajar muslim (1982-1983), dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Rancangan Undang-Undang No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang wajib mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Namun, sebagai ulama dan politisi yang menganut asas konstitusional, KH Noer Alie menerimanya setelah asas tunggal disahkan dan diundangkan. KH Noer Alie juga menganut penghapusan Porkas Sepak Bola yang dinilainya sebagai judi.
Di usia senjanya, KH Noer Alie bersama Bupati Bekasi Suko Martono mendirikan Yayasan Nurul Islam, yang salah satu programnya membangun gedung Islamic Center Bekasi. Dia juga ikut mendirikan Forom Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang dipelopori Mohammad Natsir, dan aktif di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Ketika benih-benih kebajikan “perkampungan surga” mulai dinikmati umat, tatkala tampuk pimpinan Yayasan Attaqwa dan Lembaga Sosial Keagamaan yang didirikannya beralih kepada para penerusnya, pada 29 Januari 1992 M/25 Rajab 1412 H, KH Noer Alie wafat di rumahnya, kemudian di makamkan di Pondok Pesantren Attaqwa Puteri, Ujungharapan Bahagia, Babelan, pada usia 78 tahun.
Sepanjang hidupnya, KH Noer Alie memiliki banyak anak. Dari rahim Siti Rahmah dianugerahi Hh Faridah, Hh Shalihah Noer BA, Abdullah, KH M Amin Noer Lc, Hh Atiqoh Noer MA, Hh Ulfah Noer SaG, KH Nurul Anwar Lc, Hh Wardah Noer Lc, M Dustur, Hh Abidah Noer, Hikmah, Hh Mahmudah Noer Lc. Sedangkan dari istri keduanya, Rahmani, dianugerahi seorang puteri, Hh Aisyah Noer.
0 Response to "Serial KH. Noer Alie - Pahlawan Nasional dari Tanah Betawi (Bagian XII) | Oleh Ali Anwar"
Posting Komentar