Illustrasi |
GoBetawi.com - Perputaran arus politik pasca-Pilpres, turut memengaruhi situasi tampuk kekuasaan di DKI Jakarta karena melibatkan dua tokoh sentral DKI yakni Jokowi dan Ahok. Setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden, maka Ahok atau Zang Wan Xie alias Basuki Tjahja Purnama yang notabene adalah Wakil Gubernur pun akan dilantik menggantikan Jokowi sebagai Gubernur, dengan wagub Djarot Syaiful Hidayat.
Perubahan tampuk kekuasaan ini sedikit banyak tentu berpengaruh terhadap warga Betawi sebagai penduduk asli kota Jakarta. Apakah dengan pergeseran kekuasaan ini akan menguntungkan atau justru akan membuat warga Betawi semakin tidak karuan nasibnya?
Semenjak kemenangan pasangan Jokowi-Ahok pada Pilgub 2012, nyaris tidak ada harapan bagi tokoh-tokoh Betawi untuk ikut duduk dalam jajaran pemerintah daerah, karena memang lazimnya sebuah kekuasaan, pasti akan dikelilingi para pendukungnya. Pembangunan besar-besaran di wilayah DKI Jakarta semakin membuat pemukiman warga khususnya warga Betawi semakin sempit dan tergeser.
Tokoh masyarakat Betawi yang tampil ke permukaan pun tidak banyak menjanjikan apa-apa bagi masyarakat bawah. Elit politik dari kalangan Betawi tak mampu melawan arus pusaran politik yang begitu kuat ingin meraih keuntungan di Jakarta, sebagai Ibukota negara dengan berjuta pesonanya. Daya tarik politik, kekuasaan dan uang telah melenyapkan nilai dasar perjuangan membela masyarakat kecil. Tokoh-tokoh dan partai politik tidak lagi melihat kerugian yang akan diderita rakyat akibat langkah mereka. Selama kepentingan pribadi dan golongan bisa diraih, maka melakukan dan menjadi apa pun mereka rela.
Kepada siapa warga Betawi dapat menitipkan harapan dan aspirasi, bila tokoh besar dari kalangan Betawi tidak memperjuangkan nasib mereka. Dengan naiknya Ahok sebagai Gubernur Jakarta, hal apa yang bisa dijanjikan bagi warga Betawi sebagai penduduk asli dan kebaikan apa yang bisa mereka dapatkan dari pergeseran kekuasaan ini?
Sulit dipercaya jika Ahok akan memperjuangkan nasib masyarakat secara obyektif tanpa mendahulukan kepentingan kelompok pendukungnya. Rasanya mustahil. Tak ada kekuasaan tanpa dukungan politik, hingga permainan para politikus busuk tentu akan membuat gubernur baru harus terseret dalam pusaran konspirasi global yang ingin mengeruk keuntungan sebesar mungkin lewat cara apa pun.
Masyarakat tak ada hak dan andil dalam hal ini, cukup duduk manis dan terima nasib. Jangan tanyakan lagi dimana posisi warga Betawi. Mungkin sudah terlena dengan baju adat Betawi yang dipakai Gubernur dalam beberapa even, sudah merasa tersanjung lalu lupa dengan skenario besar di belakang mereka yang justru akan merugikan warga Betawi sebagai penduduk asli Jakarta terlebih lagi mayoritasnya Muslim.
Jangan dilupakan, bahwa Jokowi dan Ahok adalah dua tokoh yang berperan dalam pembuka jalan bagi bisnis konglomerat kian subur di DKI Jakarta. Coba dihitung berapa banyak pribumi apalagi warga asli Betawi yang terlibat dalam proyek besar di Jakarta. Pembangunan mall, apartemen, perkantoran dan fasilitas besar semua tak melibatkan pribumi dan warga Betawi.
Andai saja dilibatkan, itu pun tak lebih di level bawah dengan alasan tidak kompeten. Di jajaran direksi atau pimpinan, sangat sulit ditemukan pribumi apalagi asli Betawi ikut bekerja dalam proyek-proyek besar Jakarta, padahal banyak tokoh-tokoh Betawi yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dan memenuhi kualifikasi.
Lihatlah sekeliling kota Jakarta yang penuh dengan proyek pemukiman, baik real estate ataupun apartemen, belum lagi mal-mal besar bertebaran, di manakah tempat bagi masyarakat kecil? Jika keadaan ini terus berlanjut, maka warga Betawi yang notabene penduduk asli Jakarta akan tergerus dan terpaksa bermukim di pinggiran bahkan di luar Jakarta, sangat ironis. Lahan di Jakarta yang kian sempit dipenuhi dengan pembangunan proyek-proyek yang hanya menguntungkan konglomerat hitam yang kian mencekik leher warga Betawi.
Bukan hanya itu, warga Betawi yang notabene mayoritas Muslim, posisinya akan makin tersingkir dari daerah asli mereka. Lama kelamaan nasib warga Betawi bisa menjadi seperti suku Aborigin di Australia dan suku Indian di Amerika, yang menjadi warga kelas dua di wilayah asli mereka sendiri dan kehilangan hak-hak sosial kehidupannya.
Suara dari warga Betawi bisa tak terdengar lagi sebagai penduduk asli Jakarta. Sudah saatnya tokoh-tokoh masyarakat Betawi "melek" dan bersatu, berperan langsung menghambat penggerusan warga asli dari tanah mereka. Bantulah masyarakat dengan ikut mengganjal langkah-langkah konglomerat menguasai Jakarta, bukan malah membebek, ikut manut dan larut bersama mereka demi meraih kekuasaan dan melupakan bahwa sesungguhnya mereka adalah ancaman besar bagi masyarakat dan agama. Jangan sampai kita menutup mata akan bahaya yang jelas-jelas ada di depan mata, semata demi kepentingan pribadi atau golongan.(jurnas)
Abdul Choir
Jl Abuserin III/18
Gandaria Selatan
Jakarta Selatan
Perubahan tampuk kekuasaan ini sedikit banyak tentu berpengaruh terhadap warga Betawi sebagai penduduk asli kota Jakarta. Apakah dengan pergeseran kekuasaan ini akan menguntungkan atau justru akan membuat warga Betawi semakin tidak karuan nasibnya?
Semenjak kemenangan pasangan Jokowi-Ahok pada Pilgub 2012, nyaris tidak ada harapan bagi tokoh-tokoh Betawi untuk ikut duduk dalam jajaran pemerintah daerah, karena memang lazimnya sebuah kekuasaan, pasti akan dikelilingi para pendukungnya. Pembangunan besar-besaran di wilayah DKI Jakarta semakin membuat pemukiman warga khususnya warga Betawi semakin sempit dan tergeser.
Tokoh masyarakat Betawi yang tampil ke permukaan pun tidak banyak menjanjikan apa-apa bagi masyarakat bawah. Elit politik dari kalangan Betawi tak mampu melawan arus pusaran politik yang begitu kuat ingin meraih keuntungan di Jakarta, sebagai Ibukota negara dengan berjuta pesonanya. Daya tarik politik, kekuasaan dan uang telah melenyapkan nilai dasar perjuangan membela masyarakat kecil. Tokoh-tokoh dan partai politik tidak lagi melihat kerugian yang akan diderita rakyat akibat langkah mereka. Selama kepentingan pribadi dan golongan bisa diraih, maka melakukan dan menjadi apa pun mereka rela.
Kepada siapa warga Betawi dapat menitipkan harapan dan aspirasi, bila tokoh besar dari kalangan Betawi tidak memperjuangkan nasib mereka. Dengan naiknya Ahok sebagai Gubernur Jakarta, hal apa yang bisa dijanjikan bagi warga Betawi sebagai penduduk asli dan kebaikan apa yang bisa mereka dapatkan dari pergeseran kekuasaan ini?
Sulit dipercaya jika Ahok akan memperjuangkan nasib masyarakat secara obyektif tanpa mendahulukan kepentingan kelompok pendukungnya. Rasanya mustahil. Tak ada kekuasaan tanpa dukungan politik, hingga permainan para politikus busuk tentu akan membuat gubernur baru harus terseret dalam pusaran konspirasi global yang ingin mengeruk keuntungan sebesar mungkin lewat cara apa pun.
Masyarakat tak ada hak dan andil dalam hal ini, cukup duduk manis dan terima nasib. Jangan tanyakan lagi dimana posisi warga Betawi. Mungkin sudah terlena dengan baju adat Betawi yang dipakai Gubernur dalam beberapa even, sudah merasa tersanjung lalu lupa dengan skenario besar di belakang mereka yang justru akan merugikan warga Betawi sebagai penduduk asli Jakarta terlebih lagi mayoritasnya Muslim.
Jangan dilupakan, bahwa Jokowi dan Ahok adalah dua tokoh yang berperan dalam pembuka jalan bagi bisnis konglomerat kian subur di DKI Jakarta. Coba dihitung berapa banyak pribumi apalagi warga asli Betawi yang terlibat dalam proyek besar di Jakarta. Pembangunan mall, apartemen, perkantoran dan fasilitas besar semua tak melibatkan pribumi dan warga Betawi.
Andai saja dilibatkan, itu pun tak lebih di level bawah dengan alasan tidak kompeten. Di jajaran direksi atau pimpinan, sangat sulit ditemukan pribumi apalagi asli Betawi ikut bekerja dalam proyek-proyek besar Jakarta, padahal banyak tokoh-tokoh Betawi yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dan memenuhi kualifikasi.
Lihatlah sekeliling kota Jakarta yang penuh dengan proyek pemukiman, baik real estate ataupun apartemen, belum lagi mal-mal besar bertebaran, di manakah tempat bagi masyarakat kecil? Jika keadaan ini terus berlanjut, maka warga Betawi yang notabene penduduk asli Jakarta akan tergerus dan terpaksa bermukim di pinggiran bahkan di luar Jakarta, sangat ironis. Lahan di Jakarta yang kian sempit dipenuhi dengan pembangunan proyek-proyek yang hanya menguntungkan konglomerat hitam yang kian mencekik leher warga Betawi.
Bukan hanya itu, warga Betawi yang notabene mayoritas Muslim, posisinya akan makin tersingkir dari daerah asli mereka. Lama kelamaan nasib warga Betawi bisa menjadi seperti suku Aborigin di Australia dan suku Indian di Amerika, yang menjadi warga kelas dua di wilayah asli mereka sendiri dan kehilangan hak-hak sosial kehidupannya.
Suara dari warga Betawi bisa tak terdengar lagi sebagai penduduk asli Jakarta. Sudah saatnya tokoh-tokoh masyarakat Betawi "melek" dan bersatu, berperan langsung menghambat penggerusan warga asli dari tanah mereka. Bantulah masyarakat dengan ikut mengganjal langkah-langkah konglomerat menguasai Jakarta, bukan malah membebek, ikut manut dan larut bersama mereka demi meraih kekuasaan dan melupakan bahwa sesungguhnya mereka adalah ancaman besar bagi masyarakat dan agama. Jangan sampai kita menutup mata akan bahaya yang jelas-jelas ada di depan mata, semata demi kepentingan pribadi atau golongan.(jurnas)
Abdul Choir
Jl Abuserin III/18
Gandaria Selatan
Jakarta Selatan
Klik Download Untuk Aplikasi Android GoBETAWI.com
0 Response to "Proyek Konglomerat Hitam Terus Gerus Warga Betawi | Oleh Abdul Choir"
Posting Komentar